Sebagian besar kaum Muslim tidak mengetahui apa yang dinamakan dengan Dârul Islâm dan Dârul Kufur. Sebagian lainnya malah enggan, fobia sekaligus takut mendengar dan menyebut istilah tersebut. Apa sebenarnya yang dinamakan dengan Dârul Islâm dan Dârul Kufur?
Istilah Dârul Islam dan Dârul Kufur, sebenarnya sangat masyhur dan populer di dalam khazanah kitab-kitab fiqih Islâm. Karena jauhnya pemahaman dan pergaulan kaum Muslim dari khazanah tsaqâfah Islam, maka mereka tidak mengenal lagi istilah tersebut. Bahkan –untuk sebagian orang- merasa fobia dan takut karena nama tersebut dikaitkan dengan gerakan-gerakan politik dan bersenjata. Belum lagi stigma (cap buruk) yang ditempelkan pada istilah ini oleh para penguasa Muslim maupun negara-negara kâfir penjajah, untuk menjauhkan kaum Muslim dari pemahaman yang benar tentang Dârul Islâm.
Di dalam bahasa Arab, kata dâr memiliki banyak makna, antara lain: al-‘arshah (halaman rumah), al-bina (bangunan), al-mahallah (daerah/distrik). Jadi, setiap tempat yang didiami oleh suatu komunitas manusia disebut dengan dâr-nya mereka1. Dalam bentuk jamaknya kata dâr bermakna kabilah, juga bermakna balâd (negeri)2.
Kata dâr ini banyak dijumpai di dalam al-Qur’an maupun hadîts-hadîts Nabi saw. Sebagai contoh misalnya:
(وَالدَّارُ اْلآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ(
Dan kampung akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa, apakah kamu sekalian tidak mengerti? (TQS. al-A’râf [7]: 169)
(ذَلِكَ جَزَاءُ أَعْدَاءِ اللهِ النَّارُ لَهُمْ فِيهَا دَارُ الْخُلْدِ جَزَاءً بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَجْحَدُونَ(
Demikianlah balasan (terhadap) musuh-musuh Allâh, (yaitu) neraka; mereka mendapat tempat tinggal yang kekal di dalamnya, sebagai pembalasan atas keingkaran mereka terhadap ayat-ayat Kami. (TQS. Fushshilat [41]: 28)
Sabda Rasûlullâh saw:
أن رسول الله -صلعم- أتى المقبرة فقال السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون
Sesungguhnya Rasûlullâh saw pernah mendatangi pemakaman, kemudian beliau bersabda, ‘Assalâmu’alaikum dar qaumi mu’minîn, wa inna insyâ Allâh bikum lahiqun’ (Semoga keselamatan tetap dilimpahkan kepada kalian, tempat kaum mukminin. Sesungguhnya kami insyâ Allâh akan menyusul kalian). (HR. Muslim)
Meskipun demikian, terdapat nash (teks) hadîts yang kemudian mengalihkan arti secara bahasa tersebut menjadi arti yang syar’i, yaitu hadits «كَانَ رَسُوْلُ اللهِ B إِذَا أَمَّرَ أَمِيْرًا عَلَى جَيْشٍ اَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِيْ خَاصَاتِهِ بِتَقْوَى اللهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنَ اْلمُسْلِمِيْنَ خَيْرًا ثُمَّ قَالَ : أغْزُوْا بِسْمِ اللهِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ قَاتِلُوْا مَنْ كَفَّرَ بِاللهِ، أغْزُوْا وَلاَ تَغُلُّوْا وَلاَ تَغْدِرُوْا وَلاَ تَمْثُلُوْا وَلاَ تَقْتُلُوْا وَلِيْدًا، وَإِذَا لَقِيْتَ عَدُوَّكَ مِنَ اْلمُشْرِكِيْنَ فَادْعُهُمْ اِلَى ثَلاَثِ خِصَالٍ أَوْ خِلاَلٍ فَأَيَّتَهُنَّ مَا أَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ، أَدْعُهُمْ إِلَى اْلإِسْلاَمِ فَإِنْ أَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ، ثُمَّ أَدْعُهُمْ إِلَىالتَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ اْلمُهَاجِرِيْنَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوْا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِيْنَ وَعَلَيْهِمْ مَاعَلَى اْلمُهَاجِرِيْنَ، فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَّتَحَوَّلُوْا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُوْنُوْنَ كَأَعْرَابِ اْلمُسْلِمِيْنَ يَجْرِيْ عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللهِ الَّذِيْ يَجْرِيْ عَلَى اْلمُؤْمِنِيْنَ وَلاَ يَكُوْنُ لَهُمْ فِيْ الفَيْءِ وَالْغَنِيْمَةِ شَيْءٌ إِلاَّ أَنْ يُجَاهِدُوْا مَعَ اْلمُسْلِمِيْنَ، فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ اْلجِزْيَةَ، فَإِنْ أَجَابُوْكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ، وَإِنْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَقَاتِلْهُمْ»
Rasulûllâh saw, apabila mengangkat seorang amir untuk memimpin tentara atau sariyah (peperangan tanpa disertai Rasûlullâh-pen) beliau memberikan nasehat kepadanya agar bertakwa kepada Allâh, dan agar berbuat baik kepada orang-orang muslim yang menyertainya. Kemudian beliau bersabda: ‘Berperanglah dengan nama Allâh di jalan Allâh, perangilah orang-orang yang kufur kepada Allâh. Berperanglah tetapi janganlah kalian melampaui batas, janganlah kalian berkhianat, janganlah kalian memotong-motong mayat, janganlah kalian membunuh anak kecil. Apabila engkau bertemu dengan musuhmu dari orang-orang musyrik maka ajaklah mereka kepada tiga hal atau pilihan. Dan pilihan apa saja yang mereka tentukan maka terimalah, dan berhentilah kalian dalam memerangi mereka. Ajaklah mereka kepada Islam. Apabila mereka menerima seruanmu itu maka terimalah hal itu dari mereka dan hentikanlah peperangan, kemudian ajaklah mereka untuk merubah negara mereka menjadi darul Muhâjirîn, dan beritahukan kepada mereka bahwa jika mereka menerima hal itu, maka mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan orang-orang muhâjirîn. Jika mereka menolak untuk merubah negara mereka menjadi dârul Islâm, maka beritahukan kepada mereka bahwa kedudukan mereka seperti orang-orang Arab Badwi dari kaum Muslim (yaitu) diterapkan hukum Allâh atas mereka sebagaimana diterapkan atas kaum Muslim, dan mereka tidak mendapatkan sedikitpun dari fai’ dan ghanimah kecuali jika mereka turut berjihâd dengan kaum Muslim. Apabila mereka menolak, maka pungutlah atas mereka jizyah, dan jika mereka menerima hal itu maka janganlah engkau perangi mereka. Namun, apabila mereka menolak maka mohonlah pertolongan kepada Allâh dan perangilah mereka. (HR. Muslim dan Ahmad)
Dengan demikian, istilah Dârul Islâm –yang biasa disebut juga dengan Dârul Muhâjirîn, atau Dârul Hijrah, atau Dâr as-Salâm- sebenarnya merupakan istilah yang syar’i, karena memiliki implikasi hukum (tertentu) terhadap kaum Muslim. Istilah tersebut biasa didengar dan diucapkan oleh kaum Muslim di masa peradaban Islam mencapai puncak-puncaknya, dan banyak dijumpai di dalam kitab-kitab fiqih.
Para fuqahâ imam madzhab telah membahas pengertian Dârul Islâm dan Dârul Kufur, membuat definisinya dan menjabarkannya secara detail. Imam al-Kassani menjabarkan pemahaman madzhab Hanafi tentang Dârul Islâm dan Dârul Kufur, bahwa Dârul Kufur akan menjadi Dârul Islâm apabila (sistem) hukum Islâm berkuasa di negeri tersebut. Pendapat madzhab Syafi’i sebagaimana yang dikutip oleh ar-Ramli, menyebutkan bahwa Dârul Islâm adalah jika penduduknya mampu melindungi diri dari serangan musuh. Sementara Ibnu al-Qayyim menukil pendapat madzhab Hanbali, bahwa jika negeri tersebut didiami oleh kaum Muslim dan hukum-hukum Islâm diterapkan disana5.
Dari paparan hadîts maupun penjelasan para fuqahâ tersebut tampak adanya dua unsur yang mendominasi istilah Dârul Islâm dan Dârul Kufur. Dua unsur tersebut adalah:
Penerapan hukum-hukum Islâm di tempat tersebut.
Kekuatan Islâm –yakni keamanannya- untuk menjaga/memelihara penduduknya dari ancaman musuh.
Jadi, Dârul Islâm adalah negeri (wilayah) yang didalamnya diterapkan sistem hukum Islâm, dan (sistem) keamanannya berada di tangan Islâm dan kaum Muslim. Negeri semacam ini tidak akan pernah ada eksistensinya kecuali berbentuk Daulah Islâmiyyah atau Khilâfah Islâmiyyah. Dari sini pula kita bisa memahami bahwa negeri-negeri Islâm yang selama ini dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai ‘negara Islâm’ atau Dârul Islâm, pada hakikatnya bukan ‘negara Islâm’, atau bukan Dârul Islâm. Negara-negara seperti Pakistan, Arab Saudi, Iran, Libya dan sejenisnya tidak termasuk Dârul Islâm, karena sistem keamanan negara-negara tersebut tergantung dan menggantungkan dirinya kepada Amerika Serikat, Inggris, atau Rusia, yang notabenenya adalah negara kâfir. Bahkan penerapan sebagian kecil hukum-hukum Islâm, seperti potong tangan bagi pencuri, atau rajam bagi pezina, atau hukum qishâsh bagi pembunuhan yang disengaja, tidak bisa memasukkan negara-negara tersebut ke dalam Dârul Islâm . Sebab, sebagian besar mu’âmalah dan interaksi mereka dalam bidang pendidikan, sosial, politik, militer, ekonomi dan sejenisnya, merujuk kepada sistem hukum demokrasi sekular, bukan sistem hukum Islâm.
Sedangkan Dârul Kufur adalah negeri (wilâyah) yang di dalamnya diterapkan sistem hukum kufur, dan (sistem) keamanannya berada bukan di tangan Islâm dan kaum Muslim. Dari pengertian ini, Dârul Kufur bukan hanya mencakup negara-negara kapitalis Barat sekular seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Australia, Spanyol, Jerman, Italia dan sejenisnya; melainkan juga negeri-negeri Muslim seperti Uzbekistan, Pakistan, Irak, Mesir, Suriah, Malaysia, dan lain-lain. Jadi, selama negeri tersebut tidak menerapkan sistem hukum Islâm, meskipun mayoritas penduduknya adalah kaum Muslim; atau sistem keamanannya tidak berada di tangan Islâm dan kaum Muslim; maka negeri tersebut tergolong Dârul Kufur. Sebaliknya, jika suatu negeri, meskipun kaum Muslim di dalamnya adalah minoritas, menerapkan sistem hukum Islâm, dan keamanannya berada di tangan Islâm dan kaum Muslim, maka negeri tersebut termasuk Dârul Islâm.
Pada saat ini, kita tidak menjumpai adanya Dârul Islâm, meskipun di negeri-negeri Muslim. Yang ada adalah Dârul Kufur. Padahal kita –kaum Muslim- diperintahkan untuk merubah negeri, tempat kita hidup, menjadi Dârul Islâm, sebagaimana yang dipaparkan oleh hadîts Rasûlullâh saw.
WAG Al Fatih Community, 17 Januari 2018, 10:34wib